Beranda | Artikel
Beginilah Seharusnya Bank Syariah
Selasa, 1 Desember 2015

Beginilah Seharusnya Bank Syariah

Kehadiran bank syariah, sebagai rival bagi bank konvensional dianggap sebagai anugrah bagi umat islam. Karena itu, bank syariah dituntut untuk memiliki komitmen tertentu agar benar-benar sesuai syariah. Para ulama kontemporer menyebutkan beberapa komitmen yang harus dimiliki bank syariah, agar dirinya layak berlabel syariah.

Oleh Ustad Cholid Syamhudi, Lc

Bank konvensional ribawi berkembang bersama kolonialisasi. Keikut-sertaan berdirinya bank dengan pendudukan kolonial di masyarakat Islam membenarkan pendapat bahwa bank-bank tersebut memang didirikan untuk membantu penjajahan ekonomi. Juga untuk memicu kerancuan di hati masyarakat tentang ketidak-sesuaian antara yang mereka yakini—bahwa riba itu haram—dengan dengan realita bahwa aktivitas mereka tidak lepas dari riba. Sekaligus pula untuk menancapkan benih keraguan tentang relevansi syariah Islam di akhir zaman.

Konsep pemikiran perbankan tersebut murni diimpor dari masyarakat non-Muslim. Buktinya ada pada kitab-kitab fikih klasik. Misalnya kitab al-Mughni karya imam Ibnu Qudamah, Raudhat ath-Thalibin karya imam an-Nawawi dan kitab-kitab induk fikih lainnya. Dalam kitab-kitab tersebut tidak ditemukan adanya pembahasan konsep perbankan dalam fiqh Islam.

Setelah kaum Muslimin bergesekan dengan bank konvensional, mulailah timbul kesadaran tentang riba. Di saat mereka tidak mungkin menganulir fungsi bank, muncullah gagasan untuk mengalihkan perbankan ribawi menjadi lembaga keuangan yang sesuai syariah. Lalu lahirlah sistem perbankan syariah.

Idealisasi Tiga Tugas Bank Syariah

Tangangan berat perbankan syariah adalah menjadi sesuai syariah sekaligus tetap dapat menjalankan fungsi perbankan.Bank syariah dihadapkan pada masalah menggabungkan dua konsep yang kontradiktif. Di satu sisi harus menggantikan fungsi perbankan, dan di sisi lain tidak boleh melanggar syariah. Untuk mewujudkan harapan itu, pada dataran ideal, perbankan syariah harus mampu menunaikan tiga tugas berikut:

  1. Menjalankan semua fungsi yang telah dilakukan bank-bank ribawi, seperti pembiayaan (financing), memperlancar dan mempermudah urusan transaksi, mengumpulkan dana masyarakat, kliring dan transfer, terlibat masalah moneter dan praktek-praktek perbankan lainnya.
  2. Berpegang pada hukum-hukum syariah, sekaligus menyesuaikan tuntutan zaman, terutama pengembangan setiap aspek ekonomi.
  3. Berpegang pada asas dan prinsip dasar ekonomi yang benar, yang sesuai ideologi dan kaidah syariah Islam, serta tidak sekadar menggunakan dasar-dasar teori ekonomi umum keuangan yang dibangun di atas dasar muamalah ribawiyah (transaksi riba).

Tiga tugas tersebut harus ditunaikan bank syariah agar dapat berjalan seiring perkembangan zaman dengan semua fenomena dan problema kontemporernya.

Mampukah perbankan syariah menunaikan ketiga tugas tgersebut?

Idealisasi Karakter Bank Syariah

Membumikan ketiga fungsi tersebut sangat tergantung kebijakan para praktisi, para pengawas syariahnya, serta pemerintah, untuk mengarahkan perbankan syariah memiliki karakter berbeda dengan perbankan konvensional. Inilah karakter yang dapat membuatnya menunaikan tugas-tugasnya itu.

Bersih dari semua bentuk riba dan muamalah yang dilarang syariat.

Ini harus menjadi jorgan dan syiar utama bank syariah. Tanpa itu, ia tidak boleh menyebut lembaga keuangan syariah. Dr. Ghorib al-Gamal menyatakan, karekteristik bersih dari riba perbankan syariah adalah karekteristik utamanya dan menjadikan keberadaannya seiring tatanan yang benar untuk masyarakat Islam. Lembaga keuangan syariah harus mewarnai seluruh aktivitasnya dengan ruh dan motivasi akidah, yang menjadikan para praktisinya selalu merasa bahwa aktivitas mereka tidak sekadar bertujuan merealisasikan keuntungan semata. Namun perlu ditambahkan bahwa itu adalah salah satu cara berjihad dalam mengemban beban risalah dan upaya menyelamatkan umat dari praktek-praktek yang menyelisihi norma dasar Islam. Di atas itu semua, para praktisi hendaknya merasa aktivitasnya adalah ibadah dan ketakwaan yang akan mendapatkan pahala dari Allah bersama balasan materi duniawi yang didapatkan.[1]

Mengarahkan segala kemampuan untuk mengembangkan dana masyarakat (at-Tanmiyah) dengan jalan is-titsmar (pengembangan modal) melalui usaha, bukan dengan jalan utang (al-Qardh) yang mengahasilkan keuntungan.

Untuk itu, lembaga keuangan syariah harus dapat mengelola hartanya dengan salah satu dari dua hal berikut, yang telah diakui secara syariah:

  1. Investasi pengembangan modal langsung dan riil (al-Is-titsmar al-Mubaasyir). Yakni, bank melakukan sendiri pengelolaan harta perniagaan dalam proyek-proyek riil yang menguntungkan.
  2. Investasi modal dengan musyarakah. Yakni,bank menanam saham dalam modal sektor riil, yang menjadikan bank syariah tersebut sebagai syariek (sekutu) dalam kepemilikan proyek tersebut dan berperan dalam administrasi, menejemen dan pengawasannya. Bank menjadi syariek dalam semua yang dihasilkan proyek tersebut. Baik berupa keuntungan maupun kerugian, sesuai prosentase yang disepakati para syariek. Karena bank syariah dibangun di atas asas dan prinsip Islam, seluruh aktivitasnya tunduk kepada standar halal dan haram yang telah ditentukan syariah. Hal ini menuntut lembaga keuangan membuat beberapa terobosan berikut:

Pertama, mengarahkan pengembangan modal (investasi) dan memusatkannya di lingkaran produk barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan umum kaum Muslimin.

Kedua, menjaga jangan sampai produknya terjerumus dalam lingkaran haram.

Ketiga, menjaga setiap tahapan produknya tetap berada dalam lingkaran halal.

Keempat, menjaga setiap penyebab produknya (sistem operasi dan sejenisnya) selaras dengan aturan.

Kelima, memusatkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan maslahat umum sebelum melihat kepada profit yang akan didapat.[2]

  1. Mengikat pengembangan ekonomi dengan pertumbuhan sosial.

Lembaga keuangan syariah tidak hanya mengikat pengembangan ekonomi dan pertumbuhan sosial semata. Namun harus menjadikan pertumbuhan sosial masyarakat sebagai asas. Dengan demikian, bank syariah harus memenuhi dua tuntutan ini sekaligus untuk perbaikan masyarakat dan mewujudkan keadilan. Tidak sebagaimana umumnya bank ribawi yang hanya menitikberatkan pada keuntungan, tanpa peduli pertumbuhan sosial kemasyarakatan.

  1. Mengumpulkan harta nganggur dan mengalihkannya untuk aktivitas is-titsmaar (pengembangan modal) dan pengelolaan. Targetnya, pembiayaan (tamwiel) pada proyek-proyek perdagangan, industri dan pertanian. Ini karena kaum Muslimin yang tidak ingin menyimpan hartanya di bank-bank ribawi berharap adanya bank syariah untuk menyimpan harta mereka.
  2. Memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar gerakan pertukaran perdagangan langsung (Harakah at-Tabaadul at-Tijaari al-Mubasyir) di seluruh dunia I Bank juga bekerja sama mewujudkan gerakan tersebut, dengan seluruh lembaga keuangan syariah dunia agar dapat menunaikan tugasnya dengan baik.
  3. Menghidupkan tatanan zakat, dan bank sekaligus merangkap sebagai lembaga zakat, yang mengumpulkan harta zakat bank tersebut. Lalu manajemen lembaga keuangan sendiri yang mengelola lembag zakat tersebut.
  4. Membangun baitul mal kaum Muslimin dan mendirikan lembaga khusus untuk itu, yang dikelola langsung oleh lembaga keungan tersebut.
  5. Menanamkan kaidah adil dan kesamaan terkait dengan untung dan rugi, dan menjauhkan unsur ihtikaar (penimbunan barang agar menaikkan harga). Bank syariah harus berupaya menyebarkan kemaslahatan untuk kaum Muslimin seutuhnya.

Beberapa karakter perbankan syariah yang disampaikan sebagian ulama itu bisa menjadi tolak ukur evaluasi produk-produk perbankan syariah dan kegiatannya di Indonesia.

Sebagai penutup, pertama, kaum Muslimin harus mengetahui hakikat istilah-istilah syariah agar tidak tertipu janji dan propaganda. Tolok ukurnya hakikat, dan bukan istilah atau nama.

Kedua, kami mengajak dewan pengawas syariah, praktisi perbankan syariah dan masyarakat untuk memahami hakikat istilah yang digunakan produk perbankan syariah dan membandingkannya dengan praktek yang diterapkan perbankan syariah di negeri kita, agar semuanya bergerak berdasarkan ilmu dan berhenti pun dengan ilmu.***

Pull quote:

  1. Dalam kitab-kitab ulama tidak didapatkan adanya pembahasan mengenai konsep perbankan dalam fiqh Islam.
  2. Di saat mereka tidak mungkin menganulir fungsi bank, muncullah gagasan mengalihkan perbankan ribawi menjadi lembaga keuangan syariah.
  3. Lembaga keuangan syariah harus mewarnai seluruh aktivitasnya dengan ruh dan motivasi akidah.

Agar Tetap Syariah

Agar syariah, bank syariah haruslah:

  1. Menjaga komitmen selalu sejalan dengan aturan syariah.
  2. Memiliki jargon: bersih dari semua bentuk riba dan muamalah
  3. Mengutamakan pengembangan dana nasabah melalui is-titsmar (pengembangan modal melalui usaha), dan bukan jalur utang (al-Qardh) yang mewajibkan bunga (riba).
  4. Berorientasi meningkatkan pertumbuhan sosial masyarakat melalui pengembangan ekonomi, dan bukan semata mencari keuntungan.
  5. Mampu menjalankan fungsi yang lain, seperti layanan penyimpanan, transfer, dst-nya, selama tidak melanggar aturan syariah.
  6. Mampu menjelmakan diri sebagai badan amil zakat dan baitul mal bagi kaum Muslimin.

 

[1]  Al-Mashorif Wa Buyut at-Tamwiel al-Islamiyah, Dr. Gharib al-Jamal, hal. 47

[2] Kitab Mi’at Su`al wa Mi’at Jawaab Haula al-Bunuk al-Islamiyah, hal. 45-46.

PengusahaMuslim.com

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/5527-beginilah-seharusnya-bank-syariah.html